BAB
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hak
asasi manusia secara umum, yaitu hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu
sebagai mahluk social yang ia miliki sejak lahir sampai meninggal yang
merupakan anugerah Tuhan.
Hak
asasi tidak dapat dipisahkan dari keberadaan manusia secara pribadi. Setiap hak
asasi manusia tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun termasuk dalam
menjalankan segala sesuatu yang berkaitan dengan kepribadiannya.
A.
Rumusan Masalah
1.
Pengertian
Hak asasi manusia?.
2.
Apa
saja Macam-Macam Hak Asasi Manusia?.
3.
Apa
Prinsip-Prinsip Pelaksanaan HAM di Indonesia?.
4.
Apa
yang di maksud Penegakan Hak Asasi Manusia?.
5.
Bagaimana
Hambatan dan Tantangan dalam Penegakan HAM?.
6.
Apa
saja Pelanggaran HAM dan Prosedur Penyelesaiannya?.
B.
Tujuan Masalah
1.
Untuk
mengetahui Hak asasi manusia.
2.
Untuk
mengetahui Macam-Macam Hak Asasi
Manusia.
3.
Untuk
mengetahui Prinsip-Prinsip Pelaksanaan
HAM di Indonesia.
4.
Untuk
mengetahui yang di maksud Penegakan Hak
Asasi Manusia.
5.
Untuk
mengetahui Hambatan dan Tantangan dalam
Penegakan HAM.
6.
Untuk
mengetahui Pelanggaran HAM dan Prosedur Penyelesaiannya
Bab
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia
Untuk mengerti dan memahami hakikat Hak Asasi Manusia, terlebih
dahulu akan di jelaskan pengertian dasar tentang Hak. Secara definitif “hak”
merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berprilaku, melindungi
kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga
harkat dan martabatnya.[1]
Hak merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Dalam kaitan dengan
pemerolehan hak paling tidak ada dua teori yaitu teori McCloskey dan
teori Joel Feinberg. Dalam teori McCloskey dinyatakan bahwa
pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki, dinikmati atau sudah di
lakukan. Sedangkan dalam teori Joel Feinberg dinytakan bahwa pemberian
hak penuh merupakan kesatuan dari klaim yang absah (keuntungan yang didapat
dari pelaksanaan hak yang disertai pelaksanaan kewajiban[2].
Hak mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a) pemilik hak; b) ruang
lingkup penerapan hak.; dan c) pihak yang bersedia dalam penerapan hak (James
W. Nickel, 1996). Ketiga unsur tersebut menyatu dalam pengertian dasar hak[3].
Istilah yang dikenal di Barat mengenai Hak-hak asasi manusia ialah “right
of man”, yang menggantikan istilah “natural right”. Istilah “right
of man”, ternata tidak secara otomatis mengakomodasi pengertian yang
mencakup “right of women”. Karena itu istilah “right of man” di
ganti dengan istilah “ human rights” oleh Eleanor Rososevelt karena di
pandang lebih netral dan universal[4].
Hak asasi manusia juga bersifat supralegal, artinya tidak
bergantung pada negara atau undang-undang dasar, dan kekuasaan pemerintah,
bahkan HAM memiliki kewenangan lebih tinggi, yaitu Tuhan. Di indonesia, hal ini
ditegaskan dalam UU No.39/1999 tentang hak asasi manusia yang mendefinasikan
“Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk tuhan Yang Maha Esa[5].
Dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia”[6].
Bedasarkan beberapa rumusan pengertian HAM diatas, diperoleh suatu
kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat
kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, di
jaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau negara[7].
Karena itu, pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap HAM
(hak asasi manusia) harus diikuti dengan pemenuhan terhadap KAM (kewajiban
asasi manusia) dan TAM (tanggung jawab asasi manusia) dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat
dan bernegara. Jadi dapat di simpulkan
bahwa hakikat dari HAM, KAM , TAM yang berlangsung secara sinergis dan seimbang[8].
Dapat pula di tarik kesimpulan tentang
beberapa ciri pokok hakikat HAM, yaitu:
a)
HAM
tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi. HAM adalah bagian dari manusia
secara otomatis.
b)
HAM
berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis, kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan politik atau asal-usul sosial dan bangsa
c)
HAM
tidak bisa dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walalupun sebuah negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansour Fakih, 2003).[9]
Ruang
lingkup HAM meliputi:
1.
Hak
sosial politik(hak alamiah) yang di bawa manusia sejak ia di lahirkan,
contohnya: hak hidup, hak milik, dan hak untuk mengusahakan kebahagiaan.
2.
Hak
sosial ekonomi-sosial budaya, yaitu hak yang diperoleh manusia dari
masyarakatnya, contohnya: hak untuk mendapatkan pekerjaan, hak menerima upah
yang layak, hak berserikat/berorganisasi, hak m,engemukakan pendapat (lisan dan
tertulis), hak mendapatkan pendidikan, dan hak mendapatkan pelayanan kesehatan.
Hak-hak ini bersifat nonuniversal.[10]
B.
Perkembangan Pemikiran Hak Asasi Manusia
a.
Perkembangan
Pemikiran HAM di Dunia
Pembicaraan
tentang keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum alam
(natural law) yang menjadi cikal bakal agi kelahiran HAM[11].
Setiap manusia yang ada di seluruh dunia memiliki derajat dan martabat yang
sama, untuk itu manusia meiliki hak dan kewajiban yang sama untuk brusaha
melindungi hak asasinya dari tindakan pelanggaran oleh manusia lain yang dapat merugikan kelangsungan hak
asasinya[12].
Pada
umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM di kawasan Eropa di
mulai dengan lahirnya Magna Charta. Magna Charta telah
menghilangkan hak absolutisme raja sejak itu mulai di praktikan kalau raja
melanggar hukum harus di adili dan mempertanggung jawabkan kebijakan
pemerintahannya kepada parlemen. Pasal 21 Magna Charta menggariskan “ Para
Pangeran dan baron kan di hukum
(didenda) bedasrkan atas kesamaan dan kesesuaian dengan pelanggaran yang
di lakukannya”. Pada pasal 40 ditegaskan “Tidak seorang pun menghendaki
kita mengingkari atau menunda tegaknya hak atau keadilan”.[13]
Sejarah
telah mencatat beberapa monumen yang berupa piagam sebagai bentuk penghargaan
atas pemikiran/perjuangan dalam memperoleh pengakuan HAM dari pemerintah atau
Negara. Piagam pengenai perkembangan pemikiran dan perjuangan HAM adalah
sebagai berikut:
a)
Magna
Charta (Piagam Agung1215)
Piagam Magna Charta ini adalah
piagam penghargaan atas pemikiran dan perjuangan HAM yang di lakukan oleh
rakyat Inggris kepada Raja Jhon yang berkuasa pada tahun1215. Isi piagam
tersebut adalah:
1)
Rakyat
Inggris menuntut kepada Raja agar berlaku adil kepada rakyat.
2)
Menuntut
Raja apabila melanggar harus dihukum ( didenda) bedasarkan kesamaan dan kesesuaian dengan pelanggaran yang di lakukannya.
3)
Menuntu
Raja menyampaikan pertanggung jawabannya kepada rakyat.
4)
Menuntut
Raja untuk segera menegakan hak dan keadilan bagi rakyat[14].
b)
Bill
of Right (UU Hak 1689)
Bill
of Right adalah piagam penghargaan atas pemikiran dan perjuangan HAM oleh
rakyat kepada penguasa negara dan pemerintah Inggris pada tahun 1689. Inti dari
tuntutan yang dipejuangkannya adalah “rakyat inggris menuntut agar rakyat
diperlakukan sama dimuka hukum, sehingga tercapai kebebasan[15].
c)
Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara Prancis
Tahun 1789
Isi
deklarasi ini adalah sebagai berikut:
1)
Manusia
dilahirkan merdeka.
2)
Hak
milik dianggap suci dan tidak boleh di ganggu gugat oleh siapapun.
3)
Tidak
boleh ada penangkapan dan penahanan dengan semena-mena dan tanpa alasan yang
sah serta surat izin dari pejabat yang berwenang[16].
d.
UU
Hak Virginia 1789
Undang-Undang
hak virginia 1776, yang di masukan kedalam UUD Amerika Serikat tahun 1971ini
merupakan Amandemen tambahan terhadap konstitusi Amerika Serikat yang di atur
secara tersendiri dalam 10 pasal tambahan, meskipun secara prinsip hal mengenai
HAM telah termuat dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat[17].
e.
Declaration
Of Human Rights PBB
Piagam PBB lahir pada tanggal 12
Desember 1948, di Jenewa yang merupakan usul serta kesepakatan seluruh anggota
PBB. Isi Pembukaan merupakan Piagam Declaration
Of Human Rights, PBB yang
mencakup 20 hak yang di peroleh manusia seperti hak hidup, kebebasan, keamanan
pribadi, hak atas benda, dan lain-lain.
Isi Piagam tersebut ialah:
1)
Hendak
menyelamatkan keturunan manusia yang ada dan yang akan datang dari bencana
perang.
2)
Meneguhkan
sikap dan keyakinan tentang HAM yang asasi, tentang harkat dan derajat manusia,
dan tentang persamaa kedudukan antara laki-laki dan perempuan, juga ntara
bangsa yang besar dan yang kecil.
3)
Menimbulkan
suasana dima keadilan dan penghargaan atas berbagai kewajiban yang muncul dari
segala perjanjian dan lain-lain sumber hukum internasional menjadi dapat
dipelihara.
4)
Memajukan
masyarakat dan tingkat hidup yang lebih baik dalam suasana kebebasan yang lebih
leluasa[18].
f.
Piagam
Atlantic Charter
Piagam ini merupakan kesepakatan antara F.D Roosevelt dan Churchil
pada tanggal 14 agustus 1941. Isi nya adalah: “ Bahwa selenyapnya kekuasaan
Nazi yang zalim itu akan tercapai suatu keadaan yang damai yang memungkinkan
tiap negara hidup dan bekerja dengan aman menurut batas-batas wilayahnya
masing-masing serta jaminan kepada setiap manusia suatu kehidupan yang bebas
dari rasa takut dan kesengsaraan”. Dalam pidatonya yang ditujukan kepada semua
manusia di dunia pada bulan juli 1940, F. D. Roosevelt menyebutkan lima
kebebasan dasar manusia yakni:
1)
Bebas
dari rasa takut
2)
Bebas
memeluk agama.
3)
Bebas
menyatakan pendapat/perasaan.
4)
Bebas
dalam hal pemberitaan.
5)
Bebas
dari kekurangan/kemelaratan[19].
Pemikiran
HAM terus berlangsung dalam rangka mencari rumusah HAM yang sesuai dengan
konteks ruang dan zamannya. Secara garis besar perkembangan pemikiran HAM di
bagi 4 generasi:
1)
Generasi
pertama berpendapat bahwa pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan
politik
2)
Generasi
kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak
sosial, ekonomi, polotik dan budaya.
3)
Generasi
ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua, menjanjikan adanya kesatuan
antara hak ekonomi, sosial, budaya politik dan hukum dalam satu keranjang yang
diseut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan (The Right of Development) sebagai istilah yang diberikan oleh International Comission of Justice.
4)
Generasi keempat yang menkritik peranan negara yang
sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi
dan menimbulkan dampak negatif seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat.
Isi deklarasi yang terkait dengan HAM dalam pembangunan sebagai berikut:
a)
Pembangunan
Berderikari (self development)
b)
Perdamainan
c)
Parsitipasi
rakyat
d)
Hak-hak
budaya
e)
Hak
keadilan sosial[20]
b.
Perkembangan
Pemikiran HAM di Indonesia
Secara garis besar Prof. Bagir Manan dalam bukunya Perkembangan
Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia (2001) membagi perkembangan pemikiran
HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan
periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)[21].
a)
Periode
Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)
Perkembangan
pemikiran HAM dalam periode ini dapat dijumpai dalam organisasi pergerakan
sebagai berikut:
1)
Budi
Oetomo, pemikirannya, “Hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat”.
2)
Perhimpunan
Indonesia, pemikirannya, “Hak untuk mkenetukan nasib sendiri (the right of
self determitaion).
3)
Sarekat
islam, pemikirannya, “Hak penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan
diskriminasi rasial”.
4)
Partai
Komunis Indonesia, pemikiranya, “Hak sosial dan berkaitan dengan alat produksi”.
5)
Indische
Party , pemikirannya, “hak untuk mendapatkan kemerdekaan dan perlakuan yang
sama”.
6)
Partai
Nasional Indonesia, pemikirannya, “Hak untuk memperoleh kemerdekaan (the
right of determination)”.
7)
Organisasi
Pendidikan Nasional Indonesia, pemikirannya meliputi:
a.
Hak
untuk menetukan nasib sendiri.
b.
Hak
untuk mengeluarkan pendapat.
c.
Hak
untuk berserikat dan berkumpul.
d.
Hak
persamaan dimuka umum.
e.
Hak
untuk turut dalam penyelanggaraan negara[22].
b)
Periode
sesudah Kmerdekaan (1945-sekarang)
1)
Periode
1945-1950. Pemikiran HAM pada periode ini menekankan padaa hak-hak mengenai:
a.
Hak
untuk merdeka (self determination).
b.
Hak
kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan.
c.
Hak
kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama parlemen.
2)
Periode
1950-1959
a.
Partai
politik dengan beragam ideologinya.
b.
Kebebasan
pers yang bersifat liberal.
c.
Pemilu
dengan sistem multipartai.
d.
Parlemen
sebagai lembaga kontrol pemerintah.
e.
Wacana
pemikiran HAM yang kondusifkarena pemerintah memberi kebebasan.
3)
Periode
1956-1966
Pemikiran HAM pada periode ini tidak
medapat ruang kebebasan dari pemerintah atau dengan kata lain pemerintah
melakukan pemasukan HAM, yaitu hak sipil, seperti hak untuk berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan, pikiran seta tulisan.
4)
Periode
1966-1998
Pemikiran
HAM pada periode ini dapat dilihat dari 3 kurun waktu yang berbeda, yaitu:
a.
Tahun
1967 (awal pemerintahan presiden soeharto), berusaha melindungi kebebasan dasar
manusia yang ditandai dengan adanya hak
uji materiil yang diberikan kepada mahkamah agung.
b.
Kurun
waktu tahun 1970-1980, pemerintah melakukan pemasungan HAM dengan sikap
defensif, refresif yang mencerminkan dengan produk hukum yang restriktif
terhadap HAM.
c.
Kurun
waktu 1990 an, pemikiran HAM tidak lagi hanya bersifat wacana saja melainkan
sudah dibentuk lembaga penegakan HAM seperti Komnas HAM bedasarkan keppres No.
50 tahun 1993, tanggal 7 Juni 1993.
5)
Periode
1998-sekarang. Pada periode ini, HAM
mendapat perhatian yang resmi dari pemerintah dengan melakukan amandemen UUD
1945 guna menjamin HAM dan menetapkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
hak asasi manusia[23].
C.
Bentuk-Bentuk Hak Asasi Manusia
Menurut Prof. Bagir Manan membagi
HAM pada beberapa kategori yaitu :
1)
Hak
sipil
2)
Hak
politik
3)
Hak
ekonomi
4)
Hak
social dan budaya[24]
Sementara
itu, Prof. Baharuddin Lopa, membagi HAM dalam beberapa jenis yaitu
1)
hak
persamaan dan kebebasan,
2)
hak
hidup,
3)
hak
memperoleh perlindungan,
4)
hak
penghormatan pribadi,
5)
hak
menikah dan berkeluarga,
6)
hak
wanita sederajat dengan pria,
7)
hak
anak dari orang tua,
8)
hak
memperoleh pendidikan,
9)
hak
kebebasan memilih agama,
10)
hak
kebebasan bertindak dan mencari suaka,
11)
hak
untuk bekerja,
12)
hak
memperoleh kesempatan yang sama,
13)
hak
milik pribadi,
14)
hak
menikmati hasil atau produk ilmu,
15)
dan
hak tahanan narapidana[25].
Dalam Deklarasi
Universal tentang HAM (DUHAM). Menurut DUHAM, terdapat lima jenis hak asasi
yang dimiliki oleh setiap individu:
1.
Hak
personal (hak jaminan kebutuhan pribadi)
2.
Hak
legal (hak jaminan perlindungan hukum)
3.
Hak
sipil dan politik
4.
Hak
subsitensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan)
7.
Hak
ekonomi, sosial dan budaya[26].
Menurut pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil dan
politik meliputi :
1.
Hak
untuk hidup, kebebasan dan keamanan untuk pribadi;
2.
Hak
bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3.
Hak
bebas dari penyiksaan ataupun perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berprikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4.
Hak
untuk memperoleh pengakuan hukum dimana saja secara pribadi;
5.
Hak
untuk pengampunan hukum secara efektif;
6.
Hak
bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenang-wenang;
7.
Hak
untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;
8.
Hak
untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;
9.
Hak
bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi,
tempat tinggal, maupun surat-surat;
10.
Hak
bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
11.
Hak
atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam itu;
12.
Hak
bergerak;
13.
Hak
memperoleh suara;
14.
Hak
atas satu kebangsaan;
15.
Hak
untuk menikah dan membentuk keluarga;
16.
Hak
untuk memiliki hak milik;
17.
Hak
bebas berfikir dan menyatakan pendapat;
18.
Hak
bebas berfikir, berkesadaran dan beragama;
19.
Hak
untuk berhimpun dan berserikat;
20.
Hak
untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap
pelayanan masyarakat[27].
Adapun hak ekonomi,social,budaya meliputi :
1.
Hak
atas jaminan social;
2.
Hak
untuk bekerja;
3.
Hak
atas upah yang sama atas pekerjaan yang sama;
4.
Hak
untuk bergabung kedalam srikat-serikat buruh;
5.
Hak
atas istirahat dan waktu senggang;
6.
Hak
atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan;
7.
Hak
atas pendidikan;
8.
Hak
untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.
Sementara itu dalam UUD 1945 (amandemen I-IV UUD 1945) memuat hak
asasi manusia yang terdiri dari hak:
1.
Hak
kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;
2.
Hak
kedudukan yang sama di dalam hukum;
3.
Hak
kebebasan berkumpul;
4.
Hak
kebebasan beragama;
5.
Hak
penghidupan yang layak;
6.
Hak
kebebasan berserikat
7.
Hak
memperoleh pengjaran dan pendidikan[28].
Selanjutnya secara operasional beberapa bentuk HAM yang terdapat
dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:
1.
Hak
untuk hidup;
2.
Hak
bekeluarga dan melanjutkan keturunan;
3.
Hak
mengembangkan diri;
4.
Hak
memperoleh keadilan;
5.
Hak
atas kebebasan pribadi;
6.
Hak
atas rasa aman;
7.
Hak
atasa kesejahteraan;
8.
Hal
turut serta dalam pemerintahan;
9.
Hak
wanita;
10.
Hak
anak[29].
C.
Nilai-Nilai Hak Asasi
Manusia Antara Nilai Universal dan Patikular
Wacana
dan perdebatan tentang nilai-nilai HAM, apakah universal (artinya berlaku umum
di semua negara) atau bersifat partikular (artinya nilai-nilai HAM pada suatu
negara sangat kontekstual, yaitu mempunyai kekhususan dan tidak berlaku untuk
setiap negara karena ada keterikatan dengan nilai-nilai kultural yang tumbuh
dan berkembang pada suatu negara) terus berlanjut. Berkaitan dengan hal ini ada
tiga teori yang dapat dijadikan kerangka analisis, yaitu teori realitas, teori
relativisme, teori radikal universal[30].
Teori
realitas mendasari pandangannya pada asumsi adanya sifat manusia yang
menekankan self interest dan egoisme dalam dunia seperti bertindak anarkis.
Dalam situasi anarkis, setiap manusia saling mementingkan dirinya sendiri,
sehingga menimbulkan tindakan yang tidak manusiawi[31].
Dalam
situasi anarkis prinsip universalitas moral yang dimiliki setiap individu tidak
berlaku dan berfungsi. Untuk mengatasi hal ini Negara harus mengambil tindakan
berdasar power dan security yang dimiliki dalam rangka menjaga kepentingan
nasional dan keharmonisan sosial[32].
Tindakan yang
dilakukan Negara seperti di atas tidak termasuk dalam kategori tindakan
pelanggaran HAM oleh Negara. Teori relativitas kultural berpandangan bahwa
nilai-nilai moral dan budaya bersifat particular (khusus)[33].
Hal
ini berarti bahwa nilai-nilai moral HAM bersifat local dan spesifik, berlaku
khusus pada suatu Negara. Teori radikal universal berpandangan bahwa
nilai-nilai HAM adalah bersifat universal dan tidak bisa dimodifikasi untuk
menyesuaikan adanya perbedaan budaya dan sejarah suatu Negara[34].
Dalam
kaitanya dengan penegakan HAM, menurut teori ini ada tiga model penerapan HAM
yaitu:
1.
penerapan
HAM yang lebih menekankan pada hak sipil, hak politik, dan hak kepemilikan
pribadi;
2.
penerapan
HAM yang lebih menekankan pada hak ekonomi dan sosial;
3.
Penerapan
HAM yang lebih menekankan pada hak penentuan nasib sendiri (self
administration) dan pembangunan ekonomi.
Model
pertama banyak dilakukan oleh negara-negara yang tergolong dunia maju, model
kedua banyak diterapkan di dunia berkembang untuk model ketiga banyak dite
rapkan di dunia terbelakang. Selanjutnya, teori radikal universalitas
berpandangan bahwa semua nilai termasuk nilai-nilai HAM adalah be rsifat
universal dan tidak sejarah suatu negara. Kelompok radikal universal menganggap
bahwa ada satu paket pemahaman mengenai HAM bahwa nilai-nilai HAM berlaku sama
di semua tempat dan disembarang waktu serta dapat diterapkan pada masyarakat
yang mempunyai latar belakang budaya dan sejarah yang berbeda. Dengan demikian
pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai HAM berlakuk sama dan universal
bagi semua negara dan bangsa[35].
D.
HAM Dalam Tinjauan islam
Islam
sebagai sebuah agama dengan ajaranya yang universal dan komprehensif meliputi
akidah, ibadah, dan mu,amalat, yang masing-masing memuat ajaran tentang
mekanisme pengabdian manusia terhadap Allah; dengan memuat ajaran tentang hubungan
manusia dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitar[36].
Menurut
Maududi, HAM adalah hak kodrati yang dianugerahkan Allah SWT, kepada setiap
manusia yang tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan
apapun. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal dan abadi
tidak boleh diubah atau dimodifikasi Abu A’la al-Maududi, 1998). Dalam Islam
terdapat dua konsep hak, yakni hak manusia (haq al Insan) dan hal Allah. Setiap
hak itu saling melandasi satu sama lain. Hak Allah melandasi hak manusia hak
manusia dan juga sebaliknya[37].
HAM
dalam Islam sebenarnya bukan barang asing, karena wacana dalam HAM dalam Islam
lebih awal dibandingkan dengan konsep atau ajaran agama yang lainya. Dengan
kata lain, Islam datang secara inheren membawa ajaran tentang HAM. Sebagai mana
dikemukakan oleh Maududi bahwa ajaran tentang HAM yang terkandung dalam piagam
Magna Charta tercipta 600 tahun setelah kedatangan Islam. Selain itu, juga
diperkuat oleh pandangan Weeramantry bahwa pemikiran Islam mengenai hak-hak di
bidang sosial, ekonomi dan budaya telah jauh mendahului pemikiran barat. Ajaran
Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam yaitu Al
Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam
praktik kehidupan umat manusia. Tonggak sejarah kepemihakan Islam terhadap HAM,
yaitu pada pendeklarasian Piagam Madinah yng dilanjutkan dengan Deklarasi Kairo
(Cairo Declaration)[38].
Dalam
piagam Madinah paling tidak ada dua ajaran pokok yaitu: semua pemeluk Islam adalah
satu umat walaupun mereka berbeda suku bangsa dan hubungan antar komunitas
muslim dengan non muslim didasarkan pada prinsip:
a.
berinteraksi
secara baik dengan sesama tetangga;
b.
saling
membantu dalam menghadapi musuh bersama;
c.
membela
meraka yang teraniaya;
d.
saling
menasehati;
e.
menghormati
kebebasan beragama[39].
Dilihat dari tingkatannya, ada 3 bentuk hak asasi manusia dalam
islam. Pertama hak dorury (hak dasar). Sesuatu dianggap sebagai hak dasar
apabila hak itu dilanggar,bukan hanya membuat manusia itu sengsara tetapi
hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Sebagai misal bila
hak hidup seseorang dilanggar, maka berarti orang itu mati. Kedua hak sekunder
(hajy) yakni hak elementer, misalnya hak seseorang untuk memperoleh sandang
pangan yang layak, maka akan mengakibatkan hilangnya hak hidup. Ketiga hak
tersier (tahsiny) yakni hak yang tingkatanya lebih rendah dari hak primer dan
hak sekunder[40].
E.
Hak Asasi Manusia Dalam Perundang-undangan Nasional
Pengaturan
HAM dalam ketatanegaraan RI terdapat dalam perundang-undangan yang dijadikan
acuan normatif dalam pemajuan perlindungan HAM. Dalam perundang-undangan RI
paling tidak terdapat empat bentuk hukum tertulis yang memuat aturan tentang
HAM.
1.
Konstitusi
(Undang-undang Dasar Negara)
2.
Ketetapan
MPR (TAP MPR)
3.
Undang-undang
4.
Peraturan
Pelaksanaan Perundang-undangan[41]
Kelebihan
pengaturan HAM dalam konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat, karena
perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam
ketatanegaraan di Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang
antara lain melakukan amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena
yang diatur dalam konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti
ketentuan tentang HAM dalam konstitusi RI yang masih bersifat global. Sementara
itu bila pengaturan HAM melalui TAP MPR,kelemahannya tidak dapat memberikan
sangsi hukum bagi pelanggarannya. Sedangkan pengaturan HAM dalam bentuk
Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya kelemahannya pada kemungkinan
seringnya mengalami perubahan[42].
1.
Pengaturan
HAM dalam konstitusi (UUD 1945)
Secara
garis besar HAM tercantum dalam UUD 1945, sebagai berikut :
a.
Pembukaan
UUD 1945 alinea 1 yaitu HAM sebagai hak segala bangsa.
b.
Batang
tubuh UUD 1945 pasal 27, 28, 28D ayat (3), 30, 31 tentang HAM sebagai hak warga
negara.
c.
Batang
tubuh UUD 1945 pasal 29 ayat (2) tentang HAM sebagai hak tiap-tiap
penduduk.
d.
Batang
tubuh UUD 1945 pasal 28A sampai dengan pasal 28J tentang HAM sebagai hak
individu[43].
2.
Pengaturan
HAM dalam Ketetapan MPR (TAP MPR)
Pengaturan HAM dalam ketetapan MPR,
dapat dilihat dalam Tap MPR Nomor XVII tahun 1998 tentang Pandangan dan Sikap
bangsa indonesia terhadap HAM dan Piagam HAM Nasional[44].
3.
Pengaturan
HAM dalam Undang-undang.
Pengaturan HAM dapat dilihat dalam
Undang-undang yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu : UU
No.39 tahun 1999 tentang HAM
Menurut UU No. 39 tahun 1999, kewajiban dasar manusia adalah
sebagai berikut :
a.
Setiap
orang yang ada diwilayah NKRI wajib patuh pada peraturan perundang-undangan,
hukum tak tertulis,dan hukum internasional mengenai HAM yang telah diterima
oleh negara RI.
b.
Setiap
warga negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
c.
Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
d.
Setiap
hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggungjawab untuk
menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik.
e.
Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan undang-undang[45].
4.
Pengaturan
dalam Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden
Ketentuan
yang terdapat dalam peraturan pemerintah, antara lain adalah:
a.
Perpu
No.1 tahun 1999 tentang Pengadilan HAM.
b.
KEPRES
No.181 tahun 1998 tentang Pendirian Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan
Terhadap Wanita.
c.
KEPRES
No. 129 tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia tahun
1998-2003, yang memuat rencana ratifikasi berbagai instrument hak asasi manusia
perserikatan bangsa-bangsa serta tindak lanjutnya.
d.
KEPRES
No. 31 tahun 2001 tentang Pembentukan Pengadilan HAM pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Makasar.
e.
KEPRES
No. 5 tahun 2001 tentang Pembentuk Pengadilan HAM Ad Hoc pada Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, yang diubah dengan keputusan presiden No. 96 tahun 2001.
f.
KEPRES
No. 181 tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan[46].
F.
Pelanggaran dan Pengadilan HAM
Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok
orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau
kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau
mencabut HAM seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini,
dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian
hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang pengadilan HAM) Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain dari kedua bentuk
pelanggaran HAM berat itu.[47].
Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
a.
Para
pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para
pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan
sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
b.
Dosen
yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah
kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
b.
Para
pedagang tradisioanal yang berdagang di pinggir jalan merupakan pelanggaran HAM
ringan terhadap pengguna jalan sehingga para pengguna jalan tidak bisa
menikmati arus kendaraan yang tertib dan lancar.
G.
PENANGGUNGJAWAB DALAM PENEGAKAN (RESPECTION), PEMAJUAN (PROMOTION),
PERLINDUNGAN (PROTECTION), DAN PEMENUHAN (FULLFILL) HAM.
Perdebatan
tentang siapa yang bertanggung jawab dalam penegakan,pemajuan,perlindungan,dan
pemenuhan HAM sampai kini menjadi wacana dann diskusi yang tidak berkesudahan.
Dalam kaitan dengan persoalan tersebut, paling tidak ada dua pandangan[48].
Pandangan
pertama memnyatakan bahwa yang harus bertanggungjawab memajukan HAM adalah
negara, karena negara dibentuk sebagai wadah untuk kepentingan kesejahteraan
rakyatnya[49].
Pandangan
kedua, menyatakan bahwa tanggungjawab pemajuan, penghormatan dan perlindungan
HAM tidak saja dibebankan kepada negara, melainkan juga kepada individu warga
negara[50].
BAB III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Secara
definitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman
berprilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi
manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya.
Hak
mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a) pemilik hak; b) ruang lingkup
penerapan hak.; dan c) pihak yang bersedia dalam penerapan hak.
Hak
asasi manusia juga bersifat supralegal, artinya tidak bergantung pada negara
atau undang-undang dasar, dan kekuasaan pemerintah, bahkan HAM memiliki
kewenangan lebih tinggi, yaitu Tuhan.
Karena
itu, pemenuhan, perlindungan dan penghormatan terhadap HAM (hak asasi manusia)
harus diikuti dengan pemenuhan terhadap KAM (kewajiban asasi manusia) dan TAM
(tanggung jawab asasi manusia) dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat dan
bernegara. Jadi dapat di simpulkan bahwa
hakikat dari HAM, KAM , TAM yang berlangsung secara sinergis dan seimbang .
HAM
di kawasan Eropa di mulai dengan lahirnya Magna Charta. Magna Charta telah menghilangkan hak absolutisme raja sejak itu
mulai di praktikan kalau raja melanggar hukum harus di adili dan mempertanggung
jawabkan kebijakan pemerintahannya kepada parlemen.
Piagam
PBB lahir pada tanggal 12 Desember 1948, di Jenewa yang merupakan usul serta
kesepakatan seluruh anggota PBB. Isi Pembukaan merupakan Piagam Declaration Of
Human Rights, PBB yang mencakup 20 hak yang di peroleh manusia seperti hak
hidup, kebebasan, keamanan pribadi, hak atas benda, dan lain-lain.
Pemikiran
HAM terus berlangsung dalam rangka mencari rumusah HAM yang sesuai dengan
konteks ruang dan zamannya. pemikiran HAM
di Indonesia dalam dua periode yaitu sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan
periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang) .
Menurut Prof. Bagir Manan membagi
HAM pada beberapa kategori yaitu :
5)
Hak
sipil
6)
Hak
politik
7)
Hak
ekonomi
4) Hak
social dan budaya
Sementara itu dalam UUD 1945 (amandemen I-IV UUD 1945) memuat hak
asasi manusia yang terdiri dari hak:
8.
Hak
kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;
9.
Hak
kedudukan yang sama di dalam hukum;
10.
Hak
kebebasan berkumpul;
11.
Hak
kebebasan beragama;
12.
Hak
penghidupan yang layak;
13.
Hak
kebebasan berserikat
14.
Hak
memperoleh pengjaran dan pendidikan.
Wacana
dan perdebatan tentang nilai-nilai HAM, apakah universal (artinya berlaku umum
di semua negara) atau bersifat partikular (artinya nilai-nilai HAM pada suatu
negara sangat kontekstual, yaitu mempunyai kekhususan dan tidak berlaku untuk
setiap negara karena ada keterikatan dengan nilai-nilai kultural yang tumbuh
dan berkembang pada suatu negara) terus berlanjut.
Islam
sebagai sebuah agama dengan ajaranya yang universal dan komprehensif meliputi
akidah, ibadah, dan mu,amalat, yang masing-masing memuat ajaran tentang
mekanisme pengabdian manusia terhadap Allah; dengan memuat ajaran tentang
hubungan manusia dengan sesama manusia maupun dengan alam sekitar .
Ajaran
Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama ajaran Islam yaitu Al
Qur’an dan Hadits yang merupakan sumber ajaran normatif, juga terdapat dalam
praktik kehidupan umat manusia. Tonggak sejarah kepemihakan Islam terhadap HAM,
yaitu pada pendeklarasian Piagam Madinah yng dilanjutkan dengan Deklarasi Kairo
(Cairo Declaration) .
Pengaturan
HAM dalam ketatanegaraan RI terdapat dalam perundang-undangan yang dijadikan
acuan normatif dalam pemajuan perlindungan HAM. Kelebihan pengaturan HAM dalam
konstitusi memberikan jaminan yang sangat kuat, karena perubahan dan atau
penghapusan satu pasal dalam konstitusi seperti dalam ketatanegaraan di
Indonesia mengalami proses yang sangat berat dan panjang antara lain melakukan
amandemen dan referendum. Sedangkan kelemahannya karena yang diatur dalam
konstitusi hanya memuat aturan yang masih global seperti ketentuan tentang HAM
dalam konstitusi RI yang masih bersifat global.
Pelanggaran
HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja ataupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut HAM seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No.
26/2000 tentang pengadilan HAM) Sedangkan bentuk pelanggaran HAM ringan selain
dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu. .
Perdebatan
tentang siapa yang bertanggung jawab dalam penegakan,pemajuan,perlindungan,dan
pemenuhan HAM sampai kini menjadi wacana dann diskusi yang tidak berkesudahan.
B.
KRITIK SARAN
Penulis menyadari lemahnya pemahaman akan materi yang
diberikan oleh dosen pembimbing. Tetapi hal itu tidak menyurutkan keinginan
kami untuk lebih maksimal dalam mengolah dan memperkaya isi makalah kami ini.
Oleh sebab itu kami meminta dengan setulus hati kepada para pembaca yang
budiman agar memberikan kirtik saran yang membangun supaya dengan kritik
tersebut dapat membuat kami menyadari kesalahan dan dapat memeprbaiki kesalahan
itu di makalah-makalah selanjutnya.
Saran penulis agar lebih memahami isi makalah kami.
Kami minta pembaca yang budiman membaca dengan seksama isi makalah kami ini.
Salam dan Hormat dari penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Rosyada, Dede, dkk, Pendidikan Kewargaan (Civic Education):
Demokrasi, Hak Asasi manusia dan Masyarakat Madani, ICCE UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, edisi revisi, 2003.
Sijanti, A. Rahman H.I, Purwanto. S.K, Pendidikan Kewarganegaraan
di Perguruan Tinggi: Mengembangkan Etika Berwarga Negara, Salemba Empat, 2008.
[1] Dede
Rosyada dkk, Pendidikan Kewargaan(Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, dan Masyarakat Madani, 2003, icce uin syarif hidayatullah jakarta,
199.
[2] Ibid,
h. 200.
[3] ibid,
h. 199.
[4] Ibid,
h. 200.
[5]
Srijanti, A. Rahman H.I, Purwanto. S.K, pendidikan kewarganegaraan di
perguruan tinggi, salemba empat, 2009, 119.
[6] Dede
Rosyada dkk, op.cit, h. 201.
[7] Ibid,
h. 201.
[8] Ibid,
h. 201.
[9] Ibid,
h. 201-202.
[10] Srijanti,
A. Rahman H.I, Purwanto. S.K. op.cit, h. 120.
[11] Dede
Rosyada dkk, op.cit, h. 202.
[12] Srijanti,
A. Rahman H.I, Purwanto. S.K. op.cit, h. 121.
[13] Dede
Rosyada dkk, op.cit, h. 202-203.
[14] Srijanti,
A. Rahman H.I, Purwanto. S.K. op.cit, h. 121.
[15] Ibid,
h. 121-122.
[16] Ibid,
h. 122.
[17] Ibid,
h. 122.
[18] Ibid,
h. 122-123.
[19] Ibid,
h. 123.
[20] Dede
Rosyada dkk, op.cit, h. 204-206.
[21] Ibid,
h. 207.
[22] Srijanti,
A. Rahman H.I, Purwanto. S.K. op.cit, h. 123-124.
[23] Ibid,
h. 124-125.
[24] Dede
Rosyada dkk, op.cit, h. 214.
[25] Ibid,
h. 214.
[26] Ibid,
h. 215.
[27] Ibid,
h. 215.
[28] Ibid,
h. 216.
[29] Ibid,
h. 216.
[30] Ibid,
h. 217.
[31] Ibid,
h. 217.
[32] Ibid,
h. 217.
[33] Ibid,
h. 217.
[34] Ibid,
h. 217.
[35] Ibid,
h. 217-218.
[36] Ibid,
h. 218.
[37] Ibid,
h. 219.
[38] Ibid,
h. 219.
[39] Ibid,
h. 219.
[40] Ibid,
h. 221.
[41] Ibid,
h. 221.
[42] Ibid,
h. 221.
[43] Ibid,
h. 222.
[44] Ibid,
h. 222.
[45] Ibid,
h. 222-223.
[46] Ibid,
h. 223-224.
[47] Ibid,
h. 227-228.
[48] Ibid,
H. 230.
[49] Ibid,
H. 230.
[50]
Ibid, H. 231.
0 Comments:
Posting Komentar