BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan kita sekarang
ini sudah sangat jauh dari hukum-hukum alam, yang digantikan oleh hukum-hukum
buatan manusia sendiri yang sangat egoistis dan mengandung nilai hedonis yang
sangat besar, sehingga kita pun merasakan betapa banyaknya bencana yang melanda
diri kita. Etika hubungan kita yang humanis dengan tiga kompenen relasional
hidup kita sudah terabaikan begitu jauh, jadi jangan harap hidup kita di masa
mendatang akan tetap lestari dan berlangsung harmonis dengan alam.
Makalah ini kami susun
berdasarkan Tugas Mata Kuliah Filsafat, dengan bahasan “Filsafat Potivisme”
Makalah ini dititikberatkan pada pemikiran-pemikiran para filosof aliran
positivisme.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana
sejarah dan siapa saja tokoh filsafat positivisme?
b. Apa
yang di maksud positivisme dan apa
fungsinya?
c. Bagaimana
tahap perkembangan positivisme
C.
Tujuan
Penulisan
Pembuatan makalah ini
bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi pemahaman kita mengenai filsafat pada
umumnya, dan filsafat positivisme pada khususnya. Pada filsafat ini nanti akan
kita bahas mengenai sejarah dari positivisme, dan tokoh-tokoh penganutnya.
Selain itu juga akan kita bahas berbagai sub bab/pokok yang berkaitan dengan
positivisme. Sehingga diharapkan setelah membaca makalah yang kami susun
ini,kita semua bisa mengetahui tentang positivisme itu sendiri dan dapat juga
dapat mengambil hal positif untuk di aplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah filsafat positivisme
Positivisme adalah
salah satu aliran filsafat modern. Secara umum boleh dikatakan bahwa akar
sejarah pemikiran positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume (1711-1776)
dan Kant (1724-1804). Hume berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan ilmiah
haruslah diuji melalui percobaan (aliran Empirisme). Sementara Kant adalah
orang yang melaksanakan pendapat Hume ini dengan menyusun Critique of
pure reason (Kritik terhadap pikiran murni / aliran Kritisisme). Selain itu
Kant juga membuat batasan-batasan wilayah pengetahuan manusia dan aturan-aturan
untuk menghukumi pengetahuan tersebut dengan menjadikan pengalaman
sebagai porosnya. Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon
(sekitar 1825). Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali
oleh seorang filosof berkebangsaan Inggris yang bernama Francis Bacon yang
hidup di sekitar abad ke-17 .
Ia berkeyakinan
bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal
tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan
observasi atas hukum alam. Pada paruh kedua abad XIX munculah Auguste
Comte (1798-1857), seorang filsuf sosial berkebangsaan Perancis, yang
menggunakan istilah ini kemudian mematoknya secara mutlak sebagai tahapan
paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat dalam karya utamanya
yang berjudul Course de Philosophie Phositive, Kursus tentang Filsafat Positif
(1830-1842), yang diterbitkan dalam enam jilid.
Melalui tulisan dan
pemikirannya ini, Comte bermaksud memberi peringatan kepada para ilmuwan akan
perkembangan penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika pemikiran manusia
beralih dari fase teologis, menuju fase metafisis, dan terakhir fase positif.
Pada fase teologis (tahapan agama dan ketuhanan) diyakini adanya kuasa-kuasa
adikodrati yang mengatur semua gerak dan fungsi yang mengatur alam ini. Zaman
ini dibagi menjadi tiga periode: animisme, politeisme dan monoteisme. Pada
tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi hanya berpegang
kepada kehendak Tuhan atau Tuhan-Tuhan. Selanjutnya pada zaman metafisis
(tahapan filsafat), kuasa adikodrati tersebut telah digantikan oleh
konsep-konsep abstrak, seperti kodrat‘ dan penyebab‘. Pada fase ini manusia
menjelaskan fenomena-fenomena dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti
kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan eksistensi. Dan akhirnya pada
masa positif (tahap positivisme) manusia telah membatasi diri pada fakta yang
tersaji dan menetapkan hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi dan
kemampuan rasio. Pada tahap ini manusia menafikan semua bentuk tafsir agama dan
tinjauan filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap
fenomena-fenomena.
B. Pengertian positivisme
Positivisme diturunkan
dari kata positif, dalam hal ini positivisme dapat diartikan sebagai suatu
pandangan yang sejalan dengan empirisme, menempatkan penghayatan yang penting
serta mendalam yang bertujuan untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan yang
nyata, karena harus didasarkan kepada hal-hal yang positivisme. Dimana positivisme
itu sendiri hanya membatasi diri kepada pengalaman-pengalaman yang hanya
bersifat objektif saja. Hal ini berbeda dengan empirisme yang bersifat lebih
lunak karena empirisme juga mau menerima pengalaman-pengalaman yang bersifat
batiniah atau pengalaman-pengalaman yang bersifat subjektif juga.
Positivisme mengajarkan
bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisme, yang terukur. “Terukur”
inilah sumbangan penting Positivisme.
Positivisme adalah
suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik.
Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.
Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana
untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme
khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan
empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan logis ekstrim
karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain
bentuk, maka tidak ada spekulasi yang dapat menjadi pengetahuan.
C. Tahap-tahap perkembangan positivisme
Terdapat tiga tahap
dalam perkembangan positivisme, yaitu:
1. Tempat
utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya
juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang
Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P.
Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
2. Munculnya
tahap kedua dalam positivisme (empirio-positivisme) berawal pada tahun
1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan
pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu
ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan
dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subjektivisme.
3. Perkembangan
positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan
tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok
yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat
Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran
seperti atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahasan
positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa, logika simbolis,
struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.
D. Ide-ide pokok positivisme
Ide-ide pokok
positivisme, antara lain :
1. Bahwa
ilmu pengetahuan merupakan jenis pengetahuan yang paling tinggi tingkatannya,
dan karenanya kajian filsafat harus juga bersifat ilmiah .
2. Bahwa
hanya ada satu jenis metode ilmiah yang berlaku secara umum, untuk segala
bidang atau disiplin ilmu, yakni metode penelitian ilmiah yang lazim digunakan
dalam ilmu alam.
3. Bahwa
pandangan-pandangan metafisik tidak dapat diterima sebagai ilmu, tetapi
"sekadar" merupakan pseudoscientific.
Jadi, kebenaran yang
dianut positivisme dalam mencari kebenaran adalah teori korespondensi.Teori
korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan adalah benar jika terdapat
fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan tersebut. Atau dengan kata lain,
suatu pernyataan dianggap benar apabila materi yang terkandung dalam pernyataan
tersebut bersesuaian (korespodensi) dengan obyek faktual yang ditunjuk oleh
pernyataan tersebut.
E. Ciri-Ciri Positivisme
Ciri-ciri positivisme
antara lain:
a) Objektif/bebas
nilai: dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti
mengambil jarak dari realitas dengan bersikap bebas nilai. Hanya melalui
fakta-fakta yang teramati-terukur, maka pengetahuan kita tersusun dan menjadi
cermin dari realitas (korespondensi).
b) Fenomenalisme,
tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi. Ilmu pengetahuan hanya
berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut. Substansi metafisis
yang diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan ditolak
(antimetafisika).
c) Nominalisme,
bagi positivisme hanya konsep yang mewakili realitas partikularlah yang nyata.
Contoh: logam dipanaskan memuai, konsep logam dalam pernyataan itu mengatasi
semua bentuk particular logam: besi, kuningan, timah dan lain-lain.
d) Reduksionisme,
realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati.
e) Naturalisme,
tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam semesta yang meniadakan
penjelasan supranatural (adikodrati). Alam semesta memilii strukturnya sendiri
dan mengasalkan strukturnya sendiri.
f) Mekanisme,
tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang dapat
digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistem-sistem mekanis). Alam semesta
diibaratkan sebagai a giant clock work.
F. Tokoh-tokoh filsafat positivisme
a) Auguste Comte
Philosophe Isidore
Auguste Marie Francois Xavier Comte, yang lebih dikenal dengan Auguste Comte,
adalah seorang filsuf Perancis. Dia adalah pendiri dari disiplin sosiologi dan
doktrin positivisme. Lahir: 19 Januari 1798, Montpellier, Prancis. Meninggal: 5
September 1857, Paris, Prancis. Nama lengkap: Isidore Auguste Marie François
Xavier Comte. Pendidikan: Universitas Montpellier, École Polytechnique
b) John Stuart Mill
Adalah seorang filsuf
Inggris, ekonom politik dan pegawai negeri sipil. Dia adalah seorang
kontributor berpengaruh untuk teori sosial, teori politik dan ekonomi politik.
Lahir: 20 Mei 1806, Pentonville, London. Meninggal: 8 Mei 1873, Avignon,
Prancis. Pasangan: Harriet Taylor Mill. (M 1851-1858). Pendidikan: University
College London. Orangtua: James Mill, Harriet Burrow
c) Hippolyte Taine Adolphe
Adalah seorang kritikus
Perancis dan sejarawan. Dia adalah pengaruh teoritis kepala naturalisme
Perancis, pendukung utama positivisme sosiologis dan salah satu praktisi
pertama kritik historis. Lahir: 21 April 1828, Vouziers, Prancis. Meninggal: 5
Maret 1893, Paris, Prancis. Pendidikan: École Normale Supérieure
d) Émile Durkheim
Sosiolog David Émile
Durkheim adalah seorang sosiolog Perancis, psikolog sosial dan filsuf. Ia
secara resmi mendirikan disiplin akademis dan, dengan Karl Marx dan Max Weber,
yang sering dikutip sebagai kepala sekolah. Lahir: 15 April 1858, Épinal,
Prancis. Meninggal: 15 November 1917, Paris, Prancis. Pendidikan: Lycée
Louis-le-Grand, École Normale Supérieure,Universitas Leipzig.
G. METODE POSITIVISME
Metode ini berpangkal
dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengenyampingkan
segala uraian/ persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia
menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang
tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan
ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Menurut Agus Comte(1798
- 1857 M), bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi
harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan
indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan
ukuran-ukuran yang jelas. Misal panas diukur dengan derajat panas, jauh di ukur
dengan ukuran meteran. berat dengan kiloan, dan sebagainya.Jadi, kita tidak
cukup hanya dengan mengatakan api itu panas, matahari panas, kopi panas, ketika
panasa, juga kita tidak cukup mengatakan panas sekali, panas, tidak panas.
Namun kita memerlukan ukuran yang teliti (secara ilmiah). Dari sinilah kemajuan sains benar-benar dimulai.
Menurut Comte,
perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap: teologis,
metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan bahwa dibalik
segala sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus.
Pada tahap metafisik,
kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian
dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan
dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.
Pada tahap ini, usaha
mencapai pengenalan yang mutlak, baik pengetahuan teologis ataupun metafisi
dipandang tak berguna, menurutnya, tidaklah berguna melacak asal dan tujuan
akhir seluruh alam; melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang
penting adalah menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada
fakta-fakta dengan pengamatan dan penggunaan akal.
Positivisme ini sebagai
perkembangan yang ekstrem, yakni pandangan yang menganggap bahwa yang dapat
diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-data yang nyata/empiric”, atau yang
mereka namakan positif. Nilai-nilai politik dan sosial menurut positivism dapat
digeneralisasikan berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari penyelidikan
terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri.
Nilai-nilai politik dan
sosial juga dapat dijelaskan secara ilmiah, dengan mengemukakan perubahan
historis atas dasar cara berpikir induktif, Jadi, nilai-nilai tersebut tumbuh
dan berkembang dalam suatu proses kehidupan dari suatu masyarakat itu sendiri.
Jadi, penganut faham
positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada) antara ilmu
sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial berjalan
berdasarkan aturan-aturan, demikian juga alam.
Dan bahasa adalah
gambar dari kenyataan, karena bahasa sehari-hari tidak bisa menggambarkan
kenyataan secara benar maka dikembangkanlah bahasa logis dengan kecermatan
matematis yg akurat. Positif berarti, “apa yg berdasarkan pada fakta
objektif”.Asumsi dasar positivisme tentang realitas adalah tunggal, dalam
artian bahwa fenomena alam dan tingkah laku manusia itu terikat oleh tertib
hukum.Fokus kajian-kajian positivis adalah peristiwa sebab-akibat (kausalitas).
Dalam hal itu aliran
positivisme ini menyebutkan, hanya ada dua jalan untuk mengetahui :
(1) Verifikasi langsung
melalui data pengindera (empirikal).
(2) Penemuan lewat
logika (rasional).
H. Kelebihan dan Kelemahan Filsafat Positivisme
a. Kelebihan Positivisme
1. Positivisme
lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari faham ini jauh lebih tinggi dari pada kedua faham tersebut.
2. Hasil
dari rangkaian tahapan yang ada didalamnya, maka akan menghasilkan suatu
pengetahuan yang mana manusia akan mempu menjelaskan realitas kehidupan tidak
secara spekulatif, arbitrary, melainkan konkrit, pasti dan bisa jadi mutlak,
teratur dan valid.
3. Dengan
kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong untuk bertindak
aktif dan kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas menghimpun fakta,
tetapijuga meramalkan masa depannya.
4. Positivisme
telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan teknologi.
5. Positivisme
sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada epistemology ataupun
keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya.
b.
Kelemahan Positivisme
1. Analisis
biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar
terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini
dikarenakan manusia tereduksi ke dalam pengertian fisik-biologik.
2. Akibat
dari ketidakpercayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji kebenarannya,
maka faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang nantinya tidak percaya
kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga dan neraka. Padahal yang demikian itu
didalam ajaran Agama adalah benar kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini ditandai
pada saat paham positivistik berkembang pada abad ke 19, jumlah orang yang
tidak percaya kepada agama semakin meningkat.
3. Manusia
akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat merasa
bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu
dinafikan.
4. Hanya
berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat menemukan
pengetahuan yang valid.
5. Positivisme
pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang dapat
dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca
indera. Padahal perlu diketahui bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak
sempurna. Sehingga kajiannya terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal
banyak hal yang tidak nampak dapat dijadikan bahan kajian.
6. Hukum
tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai teorisi yang optimis,
tetapi juga terkesan lincar seakan setiap tahapan sejarah evolusi merupakan
batu pijakan untuk mencapai tahapan berikutnya, untuk kemudian bermuara pada
puncak yang digambarkan sebagai masyarakat positivistic.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Positivisme adalah
suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika.
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada
kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan
empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi
pengetahuan.
Pada dasarnya
positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal.
Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori
melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis
dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah
dikenal sejak Yunani Kuno. Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan
abad ke-19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte
percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu
teologi, metafisik, dan ilmiah.
Tokoh-tokoh yang
menganut paham positivisme : Auguste Comte (1798–1857), John Stuart Mill ( 1806
– 1873 ), H. Taine (1828–1893), Emile Durkheim (1852–1917).
B.
Saran
Penulis menyadari
lemahnya pemahaman akan materi yang diberikan oleh dosen pembimbing. Tetapi hal
itu tidak menyurutkan keinginan kami untuk lebih maksimal dalam mengolah dan
memperkaya isi makalah kami ini. Oleh sebab itu kami meminta dengan setulus
hati kepada para pembaca yang budiman agar memberikan kirtik saran yang
membangun supaya dengan kritik tersebut dapat membuat kami menyadari kesalahan
dan dapat memeprbaiki kesalahan itu di makalah-makalah selanjutnya. Saran
penulis agar lebih memahami isi makalah kami. Kami minta pembaca yang budiman
membaca dengan seksama isi makalah kami ini. Salam dan Hormat
dari penulis.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad,
beni saebani, filsafat ilmu, pustaka setia, 2009
Adian, Donni Gahral, Pilar-Pilar Filsafat
Kontemporer, Jalasutra, 2002
Bagus, Lorens, Kamus filsafat, Gramedia
Pustaka Utama, 2005
Baqir, muhammad, falsafatuna, mizan, 2014
Tafsir, ahmad, filsafat ilmu, rosda karya, 2013
Sofyan, ayi, kapita selekta filsafat, pustaka
setia, 2010
0 Comments:
Posting Komentar